Kamis, 05 Mei 2011

Menikmati “Sepotong Surga” Dikampung Nelayan

PALU - Aroma laut yang berhembus bersama angin, membelai wajahku sore itu. Riak ombak tak begitu besar, namun terdengar iramanya memecah di tanggul.

Saya mencoba rileks mungkin dengan duduk diatas tanggul. Ya, pantai Talise, tempat yang tak pernah membosankan untuk melepaskan rasa penat dari rantai rutinitas. Melihat pemandangan gunung kea rah barat dan pantai dapat menimbulkan sensasi tersendiri. Bakcround alami itu dipermanis dengan kehadiran sebuah jembatan berwarna kuning yang membentang di atas hulu sungai Palu. Sebuah kombinasi yang mengundang decak kagum. Wallpaper yang biasa ditemui di layar komputer, kini ada di depan mata. Nyata!

Seorang teman kepada saya pernah mengatakan: Jika ingin gebetan anda jatuh cinta, bawalah ke kampong nelayan yang masih sekitaran pantai Talise saat matahari terbenam dan nyatakan perasaaan anda kepadanya. “Saya sangat yakin dia akan jatuh cinta kepada anda dalam suasana itu,” sarannya dengan yakin. Saya hanya mengiyakan dalam hati kala itu.

Sembari menyeruput secangkir sarabba air jahe dicampur sedikit santan dan susu di bawah langit senja yang berwarna jingga, saya menyantap jagung bakar yang dioles mentega. Sore yang sempurna untukku. Semakin sore, pengunjung kian bertambah. Mulai dari pasangan muda-mudi, mahasiswa yang pulang dari kampus, suami isteri dan anaknya serta pekerja yang pulang sore. Mereka tumplek sepanjang pantai Talise untuk sekedar menikmati pemandangan ataupun mencicipi menu yang disediakan cafe gerobak di sepanjang pantai.

Mulai dari jagung bakar, pisang goreng, pisang gepe sampai minuman penambah energi. Semuanya tersedia di kawasan itu.Tak salah jika ini menjadi tempat favorit warga kota Palu untuk mengisi waktu senggangnya.  Jika seseorang menyebut Kota Palu sebagai “sepotong surga di khatulistiwa”, maka kita bisa setuju. Teluk nan elok, gunung yang membujur di Timur dan Barat, lembah dan sungai yang memisahkan wilayah Timur dan Barat bisa menjelaskan “sepotong surga” itu. Walikota Palu Rusdy Mastura menyebut kotanya sebagai sebagai kota tiga dimensi (laut, gunung dan lembah).

Tak jauh dari tempat duduk saya, hanya sekitar 1 kilometer ke arah Barat, terdapat pantai Taman Ria. Tempat ini semakin menarik dan ramai dikunjungi setelah pemerintah kota memperbarui beberapa fasilitas. Diantaranya pengaspalan dan pelebaran jalan, serta pembangunan jembatan Palu IV atau biasa disebut jembatan kuning. Selain menu seperti di Pantai Talise, di kawasan ini juga dijual makanan khas seperti kaledo (sop tulang sapi) yang dimakan dengan singkong atau nasi, uvempoi (kuah asam dari tulang sapi) yang dimakan dengan burasa (nasi santan yang dibungkus daun pisang), dan uta dada (semacam opor ayam).

Di kawasan ini pula, terdapat sebuah restoran yang menyediakan menu yang cukup komplit. Namun, menu favoritnya ikan bakar seperti bubara, kakap merah, baronang, sunu, dan berbagai macam ikan kualitas ekspor lainnya. Walikota Palu dalam satu kesempatan pernah mengatakan, Kawasan Pantai Talise dan Taman Ria yang membuat Kota Palu menjadi indah. “Namun kita tidak punya dana yang besar untuk bisa mengembangkan kawasan ini menjadi tempat wisata modern,” kata Walikota Palu Rusdy Mastura.

Namun kata Bung Cudy–sapan akrab Walikota Palu, pihaknya akan mengembangkan kawasan pantai di Kota Palu sebagai tempat wisata malam. “Saya yakin pantai ini akan menjadi tempat yang sangat romantis untuk bersantai bersama keluarga di malam hari,” singkatnya, pada pertemuan sebelumnya. (yudi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar